Sabtu, 23 November 2013

Makalah Kesehatan Lingkungan - ISPA


MAKALAH
DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN
Penyakit Berbasis Lingkungan
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

     Disusun Oleh : Syeifi Latifah
     

Fakultas Ilmu Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
2013

BAB I
PENDAHULUAN
I.             Latar Belakang
Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus, dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
ISPA, diare dan kurang gizi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di negara maju dan berkembang. ISPA merupakan penyebab morbiditas utama pada negara maju sedangkan di negara berkembang morbiditasnya relatif lebih kecil tetapi mortalitasnya lebih tinggi terutama disebabkan oleh ISPA bagian bawah atau pneumonia. Menurut penelitian Djaja, dkk (2001) didapatkan bahwa prevalensi ISPA di perkotaan (11,2%), sementara di pedesaan (8,4%); di Jawa-Bali (10,7%), sementara di luar Jawa-bali (7,8%).6 Berdasarkan klasifikasi daerah prevalensi ISPA untuk daerah tidak tertinggal (9,7%), sementara di daerah tertinggal (8,4%).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, terlihat bahwa cakupan pneumonia penderita dan pengobatan dari target (perkiraan penderita) masih relatif rendah, tahun 2000 ada 30,1%; tahun 2001 ada 25%; tahun 2002 ada 22,1%; tahun 2003 ada 30%; tahun 2004 ada 36%; tahun 2005 ada 27,7%. Hasil pantauan yang dilakukan ini belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya oleh karena masih ada beberapa wilayah yang belum menyampaikan laporannya. Penelitian Septri Anti (2007), dari catatan bulanan program P2 ISPA Kota Medan tahun 2002-2006 didapatkan bahwa berdasarkan hasil uji regresi linier
terdapat nilai signifikan sebesar 0,552 (>0,05), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara waktu dengan jumlah penderita ISPA pada balita, hal ini berarti bahwa adanya kecenderungan peningkatan jumlah balita penderita ISPA, dimana penderita penyakit ISPA pada tahun 2002 berjumlah 8.836 orang dan pada tahun 2007 mencapai 9.412 orang.

II.            Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalaha ini adalah sebagai berikut :
a.    Untuk memenuhi nilai tugas pada mata kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan.
b.    Untuk mengetahui sumber penyakit yang kaitannya dengan penyakit berbasis lingkungan salah satunya ISPA
c.    Untuk mengetahui devinisi dari penyakit ISPA
d.    Untuk mengetahui media transmisi penyakit ISPA
e.    Untuk mengetahui prilaku pemajanan penyakit ISPA
f.     Untuk mengetahui kejadian penyakit ISPA
g.    Untuk mengetahui pariabel suprasistem penyakit ISPA
h.    Untuk mengetahui upaya penanggulangan penyakit ISPA

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.           ISPA
1.    Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003).
Penyakit ISPA lebih sering diderita oleh anak-anak. Daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistim pertahanan tubuhnya belum kuat. Kalau di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat.
Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

2.    Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007).

3.    Klasifikasi ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008) :

a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.
2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam / dingin.

b. Golongan Umur 2 Bulan - 5 Tahun
1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saatdiperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
a.    ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

4.    Penyebab Penyakit ISPA
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).

5.    Faktor resiko
Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :
a.    Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1)    Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.

2)    Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya.

3)    Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

b.    Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):
1)    Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh.
2)    Faktor rumah
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):
a) Bahan bangunan
a) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit gangguan pernapasan.
b) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.
c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.
d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubanglubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

b) Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).

c) Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata.

c.    Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :
1)    Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat. Langkah tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang.
2)    Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut akan beresiko terserang ISPA.
d.    Faktor timbulnya penyakit
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup untuk mengurangi polusi asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena keturunan, dan dengan pelayanan seharihari yang baik maka penyakit ISPA akan berkurang dan kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

6.    Tanda dan gejala
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian (Nelson, 2003).
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a.    Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1)    Batuk
2)    Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis).
3)    Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4)    Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
b.    Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

c.    Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7) Tenggorokan berwarna merah.

7.    Penatalaksanaan Kasus ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA . Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002) :
a.    Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi.
b.    Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
c. Pengobatan
1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.
2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral.  Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
d. Perawatan di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
1)    Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2)    Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
3)    Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulangulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4)    Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
5) Lain-lain
a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.
b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

8.    Pencegahan ISPA
Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
a.    Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.
b.    Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
c.    Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
d.    Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

BAB III
PEMBAHASAN

ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris Acute Respiratory Hfection (ARl). ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.  Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Etiologi ISPA Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA.Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari.
Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Faktor penyebab penyakit ISPA terdiri dari beberapa variabel, antara lain :
·                    Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.
·                    Manusia
1.    Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.
2.    Jenis Kelamin
menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, terutama anak usia muda, dibawah 6 tahun. Menurut Glenzen dan Deeny, anak laki-laki lebih rentan terhadap ISPA yang lebih berat, dibandingkan dengan anak perempuan.
3.    Status Gizi
anak yang berstatus gizi kurang/buruk mempunyai risiko pneumonia 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang berstatus gizi baik/normal.
4.    Berat Badan Lahir
Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian pneumonia dengan balita BBLR (p <0,05). Nilai OR 2,2 (CI 95%; 1,481-4,751), artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,2 kali lebih besar pada anak balita yang BBLR.
5.    Status ASI Eksklusif
anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2 kali lebih besar pada anak balita yang tidak mendapat ASI eksklusif.
6.    Status Imunisasi
Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 2,5 (CI 95%; 2.929 – 4.413), artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,5 kali lebih besar pada anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
·                    Lingkungan
1.    Kelembaban Ruangan
Faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2.    Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3.    Ventilasi
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), didapatkan bahwa prevalens rate ISPA pada bayi yang memiliki ventilasi kamar tidur yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 69,9%, sedangkan untuk yang memenuhi syarat kesehatan sebesar
30,1%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara kondisi ventilasi dengan kejadian penyakit ISPA (p <0,05).
4.    Kepadatan Hunian Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.
5.    Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak
mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
6.    Bahan Bakar Untuk Memasak
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), prevalens rate ISPA pada bayi yang dirumahnya menggunakan bahan bakar untuk memasak adalah minyak tanah sebesar 76,6%, sedangkan gas elpiji sebesar 33,3%. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian penyakit ISPA (p < 0,05).
7.    Keberadaan Perokok
Berdasarkan hasil penelitian Syahril (2006), dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 2,7 (CI 95%; 1.481 – 4.751) artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,7 kali lebih besar pada anak balita yang terpapar asap rokok dibandingkan dengan yang tidak terpapar.

BAB IV
UPAYA PENANGGULANGAN

§  Pencegahan Penyakit ISPA
Penyelenggaraan Program P2 ISPA dititikberatkan pada penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat terutama kader, dengan dukungan pelayanan kesehatan dan rujukan secara terpadu di sarana kesehatan yang terkait.

a)    Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Intervensi yang ditujukan bagi pencegahan faktor risiko dapat dianggap sebagai strategi untuk mengurangi kesakitan (insiden) pneumonia. Termasuk disini ialah :
a.    Penyuluhan,
Dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok.

b.    Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan (insiden) pneumonia.
c.    Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi,  defisiensi vitamin A.
d.    Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.
e.    Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.

3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu :
a. Untuk kelompok umur < 2 bulan, pengobatannya meliputi :
a.1. Pneumonia Berat: rawat dirumah sakit, beri oksigen (jika anak mengalami sianosi sentral, tidak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada yang hebat), terapi antibiotik dengan memberikan benzilpenisilin dan gentamisin atau kanamisin.
a.2 Bukan Pneumonia: terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, nasihati ibu untuk menjaga agar bayi tetap hangat, memberi ASI secara sering, dan bersihkan sumbatan pada hidung jika sumbatan itu menggangu saat memberi makan.

b. Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, pengobatannya meliputi :
b.1 Pneumonia Sangat Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara intramuskular setiap 6 jam. Apabila pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3-5 hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari.

b.2 Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.
b.3 Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2 hari.

b.4. Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek), obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah.

b.5. Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif, penilaian ulang.

b)   Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak bertambah parah dan mengakibatkan kematian.
a.    Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloram fenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu pneumonia stafilokokus.

b.    Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah pemberian benzipenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab pneumonia persistensi.

c.    Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang, nafsu makan membaik. Nilai kembali dan kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat.

§   Penanganan Penyakit ISPA
Hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh ISPbA, paling sering adalah pneumonia. Bayi baru lahir dan bayi berusia satu bulan atau disebut ’bayi muda’ yang menderita pneumonia dapat tidak mengalami batuk dan frekuensi pernfasannya secara normal sering melebihi 50 kali permenit.
Infeksi bakteri pada kelompok usia ini dapat hanya menampakkan tanda klinis yang spesifik, sehingga sulit untuk membedakan pneumonia dari sepsis dan meningitis. Infeksi ini dapat cepat fatal pada bayi muda yang telah diobati dengan sebaik-baiknya di rumah sakit dengan antibiotik parenteral.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia adalah dengan memperbaiki manajemen kasus dan memastikan adanya penyediaan antibiotik yang tepat secara teratur melalui fasilitas perawatan tingkat pertama dokter praktik umum. Langkah selanjutnya untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia dapat dicapai dengan menyediakan perawatan rujukan untuk anak yang mengalami ISPbA berat memerlukan oksigen, antibiotik lini II, serta keahlian klinis yang lebih hebat.

BAB V
PENUTUP

5.1.     Kesimpulan
            Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak, penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dam kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.
5.2       Saran
            Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

·         http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pediatrics/2049898-apa-itu-ispa/
·         http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=718_Waspada-Penyakit-ISPA,-Perbanyak-Konsumsi-Air-Putih
·         http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/04/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa/
·         Arikunto, Suharsimi Dr. Prof. 2002
·         Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta.
·         Biddulph, jhon, 2002
·         Kesehatan Anak Untuk Perawat,Petugas Penyuluhan Kesehatan dan Bidan di Desa, Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.
·         Daulay, Ridwan, 2008
·         Kendala Penanganan Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ), FK-USU: Medan
·         Depkes RI, 2004
·         Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jica. Jakarta. RI, 2008
·         Infeksi saluran Pernafasan akut, http://www.fuadbahsin.wordpress.com.
·         Dinkes Kota Lubuklinggau, 2009
·         Data Jumlah 10 Penyakit Terbesar.
·         Erlien, 2008. Penyakit saluran Pernapasan, Sunda Kelapa Pustaka, Jakarta.
·         Hatta Muhammad, 2001. Hubungan Imunisasi Dengan Kejadian Peneomonia Pada Balita
·         http://www.slitbang.go.id.
·         Noor, 2008. Pengantar Epidemologi Penyakit Menular, Rineka Cipta, Jakarta.
·         Nursalam, 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Selemba Medika, Jakarta.
·         Saryono, 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta.
·         Puskesmas Perumnas Lubuk Tanjung Kota Lubuklinggau, 2009. Data Jumlah Pemderita ISPA Pada Balita.
·         Rasmaliah, 2008. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penaggulangnya, http : //www.pppl.depkes.go.id/images_data.
·         Sarjono, 2008. Metodelogi Penelitian Kesehatan, Mitra Cendikia, Jogjakarta.
·         Siswono, 2007. ISPA Salah Satu Penyebab Utama Kematian Balita,
·         http://www.suara pembaruan.com.
·         WHO. 2003. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
·         Widjadja Rafelin, 2009. Penyakit Kronis. Bee Media Indonesia, Jakarta.